Minggu, 02 Mei 2010

Tragedi Sabulan

tadi malam (29 april 2010), banjir bandang binanga Haranggaol Tapial Nauli menerjang desa Sabulan, Kec.Sitio-tio Kabupaten Samosir. info sementara satu rumah hanyut diterjang banjir, 4 orang hilang, 1 orang sudah ditemukan meninggal tadi malam, ito saya boru situmorang. di desa lain di Buntumauli, Ransang Bosi dikabarkan 5 rumah juga diterjang banjir.
memang sejak lama sudah kita khawatirkan, penggundulan hutan di atasnya oleh beberapa perusahaan raksasa itu akan segera mendatangkan bencana.
turut berdukacita sedalam-dalamnya.

kondisi 01 Mei 2010


Tim dari BASARNAS tiba di pelabuhan Mogang bersiap menyeberang ke Sitio-tio.


Regu penolong dari Kepolisian dan sekelompok masyarakat meninggalkan pelabuhan Mogang menuju Sitio-tio


Kondisi Keramaian di Pelabuhan Mogang.


Tiang listrik bekas dinaikkan ke kapal untuk mengganti beberapa tiang listrik yang tumbang di lokasi bencana.


Desa Sabulan, Lokasi terjadinya bencana dilihat dari Mogang.


Huta Ransangbosi, terlihat jelas bekas terjangan banjir.


Tujuh rumah penduduk yang rusak parah dihantam banjir bandang.



Disebelah perkampungan ini terlihat muara sungai yang tidak berair.



Rumah-rumah penduduk yang tertimbun tanah dan batu-batuan.



Air sungai ini, sedianya tidaklah besar, airnya bersih dan mengalir sepanjang tahun. tetapi jika diganggu dia bisa marah dan memangsa siapa saja.



Sebuah jembatan diantara Ransang Bosi dengan Sabulan.



dipelabuhan Sabulan, Hiruk-pikuk mulai terlihat.



Posko Sumbangan yang dilakukan oleh masyarakat desa Sabulan.



Sungai itu kini diam setelah amarahnya terlampiaskan.



Sebongkah kayu besar dibadan jalan tidak jauh dari rumah korban.



Puluhan orang yang terus mencari jenazah dilokasi rumah korban.



Suami korban Amani Marta situmorang menyaksikan orang-orang melakukan pencarian jenazah istri dan anak-anaknya, seorang anaknya yang selamat berusaha menenangkannya sambil memijat-nijat punggungnya. sambil terus berharap dia menangis, air matanya belum habis meski sudah 3 hari tak henti-henti meratap.



Dibelakangnya berdiri anaknya yang paling besar, mengambil gambar, suatu saat hasil jepretannya tentu menjadi barang yang sangat berharga tentang masa lalunya.



Badan jalan yang terbelah dan berlubang, akibat dahsyatnya banjir bandang yang menerjang.



Sedianya air sungai yang lebih pantas disebut anak sungai ini mengalir kesebelah kiri rumah tetapi kini mengalir persis kelokasi tempat dimana sebelumnya rumah itu berdiri.



Gereja HKBP Sabulan dan sebuah sekolah berada tidak jauh lokasi kejadian tetapi beruntung posisinya lebih tinggi.



beberapa relawan mencoba membersihkan tumpukan kayu untuk mempermudah pencarian korban.




saya dilokasi kejadian.



Sarung dan ulos yang ditemukan tersangkut di bebatuan.



Jembatan kecil di muara sungai, kondisinya rusak parah.



sisa-sisa balok kayu dimuara sungai persis di pinggir danau Toba.



ini dibagian atas lokasi rumah yang ambruk di Ransangbosi.



Marlaba Naibaho, teman saya mengunjungi lokasi kejadian.



"Marsuap satongkin ate"

Senin, 12 April 2010

Finalisasi Proposal Pesta Budaya Samosir VII Tahun 2010


Tak terasa waktu terus berjalan, tinggal 3 bulan lagi menuju hari H yang telah ditetapkan pada tanggal 2 s/d 4 Juli 2010. sampai sejauh ini masih persiapan konsep kegiatan yang bisa dibilang hampir rampung, sementara persiapan teknis belum dimulai. para kontestan di stasi-stasi pun sebagian belum memulai persiapan mereka.

ada beberapa hal-hal yang menggembirakan hati saya, yakni peran serta teman-teman panitia semakin kelihatan. mereka mulai bergiat menyumbangkan ide-ide terbaiknya. mulai minggu ini kegiatan animasi ke stasi-stasi akan dimulai, sebenarnya inilah proses yang selalu saya tekankan kepada sesama teman-teman panitia, animasi bukan sekedar usaha untuk memaksimalkan kualitas perlombaan di hari puncak, tetap justru lewat kegiatan animasi inilah tujuan utama kita terlaksana, yakni untuk menyapa, menyemangati dan membina adik-adik kita, maka hendaknya logikanya tidak terbalik. Yang benar adalah bahwa kegiatan ini ditujukan untuk membina kaum muda, dan sarananya adalah lewat berbagai perlombaan di Pesta Budaya.

semoga semua berjalan lancar dan teman-teman sungguh2 memberikan hatinya untuk mensukseskan kegiatan ini.

Jumat, 09 April 2010

Rumahku yang terlantarkan....

sejak facebook booming, blog sederhana ini terabaikan sekian lama, padahal ketika pertama kali ku create sudah kuikrarkan di ruang kecil ini impianku menjadi penulis akan kupersiapkan. Dibanding dengan jejaring sosil facebook, blog ini memang kelihatan kurang menarik, tak banyak hal bisa dilakukan disini. Dengan kemampuan yang pas-pasan desainnya pun hanya standar saja. beruntung hari ini kesibukan tidak terlalu mencengkeramku seperti biasanya, iseng-iseng kuteringat lagi blog yang terlantarkan ini, beruntung ini tidak sama dengan sawah, andaikan ini sawah pasti sudah berubah menjadi ladang ilalang.

Setiap hari seperti serba otomatis, setiap laptop miniku sudah terhubung dengan sinyal speedy, hal pertama yang kulakukan adalah update status dan membalas komentar-komentar di akun facebook milikku. Rupanya aspek publisitas sangat dominan dalam diri kita atau mungkin juga hal itu sama pada diri semua orang. Dan aspek itulah yang tidak kumiliki di blog ini, blog ini tidak sedinamis facebook bahkan bisa kupastikan belum seorang pun bernah berkunjung ke account pribadiku ini.

Luar biasa memang digdaya teknologi informasi sekarang, dan semakin kita sadari betapa kita tak berdaya, kita atau untuk tidak menjeneralsir saya akan menyebut diri saya sendiri disatu sisi sudah sangat terperdaya, beberapa orang memang mampu memperlakukan teknologi ini sangat positif, ada yang menjadikanya sarana promosi bisnis, sebagian besar menikmati kemudahan komunikasi nya dengan sangat efektif, sebagian menggunakan sebagai media pencitraan yang lebih ekonomis, dan ada juga yang menggunaka media ini sebagai tempat aktualisasi diri.

Untuk poin yang terakhir ini, kalau saya tidak salah memahami, Suhunan Situmorang adalah salah satu diantaranya. Lelaki paruh baya yang selalu kusapa amanguda ini sangat menyedot pikiranku beberapa bulan belakangan ini. Lelaki yang berprofesi advokat dan tinggal di Jakarta ini punya selera sastra yang luar biasa. Setelah beberapa lama menikmati karya-karya sastranya di account fb miliknya, nyaliku belum juga cukup bahkan untuk sekedar memberi komentar mengikuti puluhan orang yang setiap hari bagai mengantri BBM membuntuti semua tulisannya, semua ada disana mulai dari para penikmat sastra, kritikus, sampai para penggiat agama dan sosial. komentar-komentar mereka mengalir indah bagai anak sungai menuju satu muara pencerahan sosial. sempat juga aku terpikir untuk mengkofi seluruh tulisannya, bukan untuk plagiat tentunya tetapi murni untuk mendalami jiwa saatranya, alur berfikirnya dan cara bertuturnya yang rapi.

beberapa detik yang lalu, ketika jari-jariku sedang menari diatas keyboard menuliskan semua ini, sempat juga terlintas di benakku "sebegitu pecundangkah aku, sehingga aku tak berani memulainya di media yang terbuka itu" dan "mesti bersembunyi di kamar kecil tak berpenghuni ini?". biarkan saja lah, yang pasti jiwanya telah menggerakkanku untuk memulainya dari bilik sederhana dan terlantar ini, Margaku Situmorang, semoga darah para pujangga di klanku seperti Nahum Situmorang, Sitor Situmorang dan Suhunan Situmorang ada juga dalam darahku.

mulai hari ini akan kuhiasi kembali, blog sederhana ini dan tak akan kubiarkan dia terlantar...

Rabu, 26 Agustus 2009

Syariah, Sari Bagi Sesama

“Bank Syariah Bagi Semua Orang”

Satu diantara pekerjaan-pekerjaan paling sulit di dunia ini adalah memahami orang lain. Pemahaman adalah buah dari proses yang panjang, berawal dari pengenalan, pendalaman, penerimaan terhadap obyek yang kita pahami. Pemahaman akan memberikan ruang yang lebik banyak bagi kita untuk mengenal dunia dan memberi warna yang lebih indah bagi hidup kita, dan sebaliknya tanpa adanya kemauan untuk memahami orang lain akan menyempitkan cakrawala kita, sehingga sesungguhnya kita menjadi penuh sesak dalam ruang diri kita yang sempit.

Barangkali penyebab masih terjadinya gesekan sosial terutama antara ragam para penganut kepercayaan di Indonesia adalah budaya kita sendiri yang selalu berhenti pada tingkat toleran.Seakan-akan toleransi mampu memberikan sesuatu. semestinya toleran tidaklah cukup,karena toleransi tidak menghasilkan sesuatu yang baik, ia hanya mampu menghindari sesuatu yang buruk. hanya sampai disitu. Sudah saatnya kita naik kelas ke fase pemahaman akan sesama.

Sangat disayangkan memang generasi kita terlanjur menerima warisan dosa sejarah, sejarah yang hampir selalu dituliskan dengan tinta hitam. Generasi yang tidak pernah dianjurkan untuk mengenal sahabat-sahabtnya dari aliran agama yang berbeda. Malah agama formalis yang kita terima ditempelkan banyak meterai yang membuat kita memandang hina yang lain dan memandang lebih diri kita sendiri.
Ketika sudah sedemikian jauh kita berseberangan, masih adakah sesuatu yang bisa mendekatkan kita?, masih adakah sesuatu yang bisa membawa kita kembali mengenal, mendalami, menerima hingga tercipta sebuah pemahaman sebagai sesama mahkluk Tuhan?

Inilah saatnya kita mengenal kembali sahabat-sahabat kita dari sudut yang berbeda. beruntung saya sempat mendengar Ekonomi Syariah, Bank Syariah. Mesti spontan terlanjur tak menyukainya. Syariah adalah sisi lain Agama Islam, sebuah lorong lain menuju pengenalan sahabat-sahabat lama saya dari sudut yang berbeda.
Sekalipun hanya sebuah kebetulan, dalam bahasa Batak Sari (baca syari) mengandung arti yang amat dalam, Sari berarti peduli, bahkan maknanya jauh lebih dalam dari itu. Sari memikirkan orang lain seperti diri sendiri. Seseorang bisa disebut sari bagi sesamanya ketika kepedulian itu berwujud perbuatan, pemberian, tidak mengutamakan diri sendiri.

Dari sekian banyak buku yang pernah saya baca Syariah juga bermakna Sari bagi sesamanya. Nasabah bukanlah Obyek, bukan sekedar pelanggan tetapi mitra yang sejajar, Sahabat dalam arti yang sesungguhnya dalam untung dan rugi. Syariah memberi kemudahan, atas dasar subuah pemahaman bahwa orang lain juga sama seperti diri kita. Mereka tidak ingin dipersulit, tidak ingin dibebani apalagi diperas secara tidak langsung. Syariah menonjolkan sisi keluhuran budi manusia, bagaimana mendapatkan keuntungan secara wajar, memberdayakan ekonomi yang menguntungkan bagi semua. Memberi motivasi untuk berkembang terus tanpa harus melupakan nurani.

Sesederhana itulah syariah yang saya pahami. Dan bagiku itu cukup untuk memahamimu, karena semuanya itu adalah logika jiwaku dan suara hatiku. Bagaiman mungkin konsep ekonomi lama yang berpegang pada prinsip “Modal sekecil-kecilnya untuk memdapatkan keuntungan sebesar-besarnya” terus kita pertahankan dan sehingga membuat “gila” semua orang menghalalkan segala cara.

Syariah semestinya diterima semua orang, entah dengan bahasa dan istilah yang berbeda. Namun prinsip-prinsipnya akan memberikan nilai-nilai baru bagi kemajuan perekonomian dan menghangatkan sapaan kemanusiaan tanpa batas-batas. Menjembatani silaturahmi sesama anak manusia lewat karya-karya dan bukan debat yang tak berujung dan “maaf” tak berguna. karena komunikasi dan pemahaman akan tercipta lewat penerimaan akan nilai-nilai dan bukan jargon-jargon.

Maka jangan berikan saya seribu ayat kitab suci tetapi tunjukkan saya makna syariah yang sesungguhnya, Aku sangat memahamimu.

Syariah, Sari bagi sesama adalah wujud kasih yang sempurna.

Syariah, Sari Bagi Sesama

"Bank Syariah Bagi Semua Orang"

Satu diantara pekerjaan-pekerjaan paling susah di dunia ini adalah memahami orang lain. Pemahaman adalah buah dari proses yang panjang, berawal dari pengenalan, pendalaman, penerimaan terhadap obyek yang kita pahami.
Barangkali penyebab masih terjadinya gesekan sosial terutama antara ragam para penganut kepercayaan di Indonesia adalah budaya kita sendiri yang selalu berhenti pada tingkat toleran.Seakan-akan toleransi mampu memberikan sesuatu. semestinya toleran tidaklah cukup,karena toleransi tidak menghasilkan sesuatu yang baik, ia hanya mampu menghindari sesuatu yang buruk. hanya sampai disitu. Sudah saatnya kita naik kelas ke fase pemahaman akan sesama.
Sangat disayangkan memang generasi kita terlanjur menerima warisan dosa sejarah, sejarah yang hampir selalu dituliskan dengan tinta hitam. Generasi yang tidak pernah dianjurkan untuk mengenal sahabat-sahabtnya dari aliran agama yang berbeda. Malah agama formalis yang kita terima ditempelkan banyak meterai yang membuat kita memandang hina yang lain dan memandang lebih diri kita sendiri.
Ketika sudah sedemikian jauh kita berseberangan, masih adakah sesuatu yang bisa mendekatkan kita?, masih adakah sesuatu yang bisa membawa kita kembali mengenal, mendalami, menerima hingga tercipta sebuah pemahaman sebagai sesama mahkluk Tuhan?
Inilah saatnya kita mengenal kembali sahabat-sahabat kita dari sudut yang berbeda. beruntung saya sempat mendengar Ekonomi Syariah, Bank Syariah. Mesti spontan terlanjur tak menyukainya. Syariah adalah sisi lain Agama Islam, sebuah lorong lain menuju pengenalan sahabat-sahabat lama saya dari sudut yang berbeda.
Sekalipun hanya sebuah kebetulan, dalam bahasa Batak Sari (baca syari) mengandung arti yang amat dalam, Sari berarti peduli, bahkan maknanya jauh lebih dalam dari itu. Sari memikirkan orang lain seperti diri sendiri. Seseorang bisa disebut sari bagi sesamanya ketika kepedulian itu berwujud perbuatan, pemberian, tidak mengutamakan diri sendiri.
Dari sekian banyak buku yang pernah saya baca Syariah juga bermakna Sari bagi sesamanya. Nasabah bukanlah Obyek, bukan sekedar pelanggan tetapi mitra yang sejajar, Sahabat dalam arti yang sesungguhnya dalam untung dan rugi.
Maka jangan berikan saya seribu ayat kitab suci tetapi tunjukkan saya makna syariah yang sesungguhnya, Aku sangat memahamimu.
Syariah, Sari bagi sesama adalah wujud kasih yang sempurna.

Minggu, 23 Agustus 2009

Memaknai Tubuh, Menyelaraskan Hidup diantara Cita-cita dan Hawa Nafsu

Dahi = Otak =Pikiran, Kebutuhan akan peningkatan ilmu pengetahuan, wawasan.
Wajah = Citra = Kebutuhan akan nama baik dan citra positif di tengah masyarakat.
Dada = Papan Nama = Gelar, Prestise,dll
Perut = Kebutuhan pangan = kemapanan, kesejahteraan.
di Bawah Perut = Kebutuhan akan keturunan, Nafsu, dll
dll.

Selasa, 18 Agustus 2009

Segitu Mempesonanyakah Senyum SBY?

Beruntung sekali rasanya bertemu lagi dengan Ompung Martogi ini. usianya sudah 72 tahun, tetapi masih sangat energik. dibanding teman-teman seusianya boleh dibilang dia punya kelebihan yang luar biasa, pasalnya kebiasaan lamanya bertenun masih tetap dilakoninya. sekalipun menurutnya pandangannya tak lagi jelas, nunga marombun alias sudah banyak kabutnya “begitu katanya”.

Pertemuan kami kali ini memang bukan sebuah kebetulan, saya sengaja mencarinya. hari itu jarum jam menunjukkan pukul 14.30 Wib, perhitungan cepat “Quick Count” di salah satu TV swasta sudah 70 persen. melihat perolehan suasa yang menurut saya sangat fenomenal, pikiranku melayang banyak pertanyaan yang muncul, benarkah ini? bukankan ini kurang masuk akal? apa yang ada di benak para pemilih?. Tiba-tiba aku langsung teringat dengan Ompung Martogi, entah kenapa mesti Ompung Martogi yang hadir dibenakku. Perempuan tua yang tak mengerti politik. Yang dia tau hanya “kising” istilah yang populer dikalangan masyarakat Tapanuli, maksudnya hampir sama dengan Pemilu. kising merupakan perhelatan untuk memilih para pemimpim masyarakat jaman dahulu.

Pada Pemilu Presiden tahun 2004 saya memang punya sebuah kesan yang unik dengan Ompung Martogi. Setelah mencoblos saya berdiri sejenak memperhatikan suasana jalannya pemungutan suara di TPS 03 yang jaraknya sekitar 2 km dari tempat saya tinggal. Pemilu kali ini lain dari biasanya, suasananya sangat menyenangkan, sama sekali tidak ada ketegangan diwajah semua orang di sini, tanpa beban dan kalau boleh jujur sepertinya kebanyakan orang tidak terlalu perduli dan tidak ambil pusing. Misalnya saja, tetangga saya malah merasa rugi harus menempuh perjalanan 2 km dengan jalan kaki hanya untuk sesuatu yang tidak ada untungnya, begitu katanya. Dari balik terpal hitam itu Ompung martogi berjalan, sambil celoteh sangat bersemangat sampai-sampai dia tidak peduli dengan cucunya yang menunggunya diluar tali pembatas. tiba-tiba dia mengjampiriku dan tanpa pengantar langsung meluapkan isi hatinya, “bagak hian engkel nai, Tongam muse” (manis sekali senyumnya dan sangat berwibawa).

Siapa Ompung?

Si Bambang…

Ooohhh…. dengan detil kuliah wajah Ompung ini sangat bahagia. aku langsung mengerti dan menarik kesimpulan siapa yang barusan dia coblos.

kuikuti langkahnya dan terus kudengarkan ceritanya, cerita dari seorang tua yang sangat sederhana dan polos. Kata-katanya bak mengalir dari relung hatinya yang paling dalam. Baginya tidak ada Presiden karena dia tidak paham maksud kata itu, yang dia tahu hanya seorang Raja dengan mahkota dan segala kuasa ada padanya. dan dia telah memilih Rajanya baru saja, sekalipun Dia tidak berharap banyak dari Raja itu, harapannya ada di sawah, ladang dan ternak2nya, semoga semakin baik dan kehidupan anak-anaknya semakin baik.

Tetapi ada yang lucu dari ceritanya yang membuatku menggeleng-gelengkan kepala. Bagi Ompung yang tua renta ini persoalan besar bangsa menjadi sangat sederhana. berulang-ulang dia sebut senyum dan wibawanya si Bambang. Orang yang baru dia kenal lewat selembar foto tetapi sangat mengesankan baginya. Senyum? iya, hanya senyum. dan hanya senyum, tidak ada alasan lain yang dia sebutkan. Padahal Mega termasuk orang dia idolakan, selama puluhan tahun nama itu sangat akrab ditelinganya.